Feeds:
Posts
Comments

Archive for March, 2010

Mengingat KEMATIAN

[ditulis kembali oleh Tata Sutabri]

Teman, Pernahkah seberapa banyak kita mengingat kematian dalam hidup kita? Hanya diri kita sendirilah yang tahu berapa kali kita bertanya. Jika kenyatannya kita masih sangat sedikit dalam mengingat kematian di tengah kesibukan dan semua urusan duniawi kita.

Maka perkenankan saya mengajak kepada teman2 semua, tidak ada salahnya sekali waktu kita mengingat bahwa suatu saat kita akan mati. karena kita tidak pernah tahu, kapan kematian mendatangi kita. Apa kita mau disaat kita dalam keadaan lalai, kematian datang menjemput?

Karena mengingat mati akan membuat kita seakan punya rem dari berbuat dosa. hingga di mana saja dan kapan saja kita akan senantiasa akan selalu terarahkan untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat kita.

Mengingat kematian juga merupakan satu cara yang sangat efektif untuk dapat menaklukan dan mengendalikan diri kita. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad ‘Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian.’ (HR. Tirmidzi)

Ibnu Umar ra. berkata, ‘Aku datang menemui Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam. bersama sepuluh orang, lalu salah seorang dari kaum Anshar bertanya, ‘Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat’. (HR Ibnu Majah).

(sumber: agussyafii;TheProfec@yahoogroups.com)

[tatasutabri.170310.sentra.edukasi.anak.bangsa]

Visit My BLOG : tatasutabri.blogdetik.com

Read Full Post »

KEJUJURAN vs KEBENARAN

Bertindak “jujur” belum tentu benar

Bertindak “benar” belum tentu jujur

Kedua kalimat diatas memang sering terjadi dan hal ini memang mengikuti hukum hukum tertentu yang satu dengan lainnya berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan bisnis, etika kedokteran, cara memberi pelajaran pada anak, dan lain-lain semuanya mempunyai dasar hukum tertentu dan bukan berdasarkan kejujuran tetapi berdasarkan kebenaran.

Jujur menurut saya adalah sifat yang memang harus kita miliki dan boleh dikatakan mutlak harus kita punyai. Sifat jujur boleh dikatakan setara dengan sifat-sifat lainnya seperti sifat berani, belas kasih, dan lain-lainnya. Kalau seseorang dikatakan harus berani, lalu apakah orang tersebut harus berani dalam segala hal? Tentunya ada batas-batas tertentu dari keberanian orang tersebut, misalnya: orang tersebut berani dalam mengambil keputusan, akan tetapi saat ia diminta untuk mencoba “buggy jumping” atau mungkin diminta untuk menyanyi didepan umum maka orang tersebut akan tidak berani. Lalu bagaimanakah ini: “Apakah keberanian itu harus bisa dilaksanakan 100%?”

Demikian pula halnya dengan “belas kasih”, walaupun harus kita miliki namun saat kita menghadapi ular, harimau ataupun penjahat yang sangat mengancam diri kita, apakah kita harus melaksanakan belas kasih 100%? Tentunya tidak dan inipun berlaku untuk kejujuran. Dalam berbisnis orang dituntut untuk jujur sehingga dipercaya orang. Apakah benar kejujuran yang dituntut?, apakah bukan suatu tindakan yang benar yang dituntut? Mungkin hanya salah kaprah orang meminta pihak lain untuk jujur dalam berbisnis.

Dalam dunia bisnis sendiri ada hukum-hukum tertentu yang dipakai dan kalau dari prinsip “gunakan energi sesedikit mungkin untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya”, hal ini akan sangat bertentangan dengan kejujuran, namun akan tetap dapat diterima bila seseorang menjalankannya dengan benar dan tidak menyakiti pihak-pihak lain.

Seorang anak jatuh dan orang tuanya spontan menyatakan “Oh, tidak apa-apa! Anak pintar, tidak sakit kok! Jangan nangis, yach!” Menurut saya ini adalah salah orang tua tersebut dalam menanggapi masalah tersebut, mungkin ada alternatif lain yang bisa kita gunakan misalnya “Oh, jatuh ya, mana yang sakit, sini diberi obat agar tidak sakit”, dengan tanggapan yang demikian kita mendidik anak untuk mengerti suatu permasalahan, bahwa dia jatuh dan sakit dan perlu diobati dan kita tidak berbohong.

Bagaimana dengan kebenaran?

Kebenaran tidak dapat dibantah, harus dilaksanakan dengan mutlak. Seorang pedagang mengatakan tidak untung menjual barangnya, tentunya bisa dilihat pedagang tersebut tidak jujur karena bisa saja pedagang tersebut telah mendapatkan keuntungan atau mungkin dia telah mendapat bonus dari pabrik tetapi dia tidak mengutarakannya.

Namun hal ini tetap dibenarkan dalam berbisnis, jadi bisa dilaksanakan meskipun pedagang tersebut tidak jujur. Kecuali pedagang tersebut memalsukan barang yang asli dengan yang palsu atau barang lain yang kualitasnya lebih jelek dari barang sebenarnya, hal ini adalah tidak benar, sehingga salah bila dilaksanakan, maka kita harus melakukan sesuatu yang benar.

Nah dari uraian saya diatas saya coba menjawab pertanyaan: Dalam Siu Tao ( ) untuk mengejar kesempurnaan apakah kita bisa tidak berbohong? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, saya ingin menyetarakan dulu istilah “berbohong” disini sama dengan “tidak jujur tetapi untuk kebaikan”. Bila hal ini kita sepakati dan memahaminya, maka tidak masalah kita berbohong, karena kita masih berpijak pada kebenaran. Contoh-contoh konkrit yang kita bisa lihat misalnya:

• Seorang teman saya setelah membeli daging, dia menyimpan uangnya bersama daging tersebut dalam tas plastik, dan menyisakan sedikit uang disaku, diperjalanan dalam kendaraan umum dia ditodong oleh penjahat dan dimintai uang, dia mengeluarkan uangnya dari sakunya yang hanya sedikit dan memberikannya pada penjahat tersebut dan mengatakan dia tidak punya uang, bahkan dia mengatakan dia perlu ongkos untuk pulang pada penjahat tersebut, yang akhirnya dia diberi beberapa ribu untuk ongkos (Wah, teman saya telah berbohong dua kali).

• Kita menyumbang untuk amal, ketika ditanya siapa yang menyumbang, kita tidak mengaku karena kita tahu amal tidak perlu di gembar-gemborkan, inipun kita berbohong.

Kedua contoh tersebut diatas adalah tindakan yang benar, maka tidak masalah kita melakukannya. Demikian uraian ini mudah-mudahan dapat sebagai wacana untuk diolah kembali. (dikutip dari berbagai sumber)

Read Full Post »

Tak pernah akan ada perubahan atau perbaikan yang signifikan di dalam suatu institusi pendidikan, jika seorang akademisi tidak bersedia berkorban. Kekuatan sejati tidak terletak pada kekayaan, kepopuleran atau kekuatan fisik. Tapi keberanian untuk melakukan hal yang benar dan berfikir secara rasional. Seperti yang tertuang dalam puisi intermeso di bawah ini :

Pemimpin sejati tidak akan pernah mensengsarakan rakyatnya sendiri

Ulama sejati tidak akan pernah memelintir ayat-ayatnya sendiri

Dosen sejati tidak akan pernah membodohi mahasiswanya sendiri

Tapi apa yang ada di negara ini, tidak ada yang sejati

Uang palsu, Ijazah palsu, Gelar palsu, Oli palsu,

Penuh dengan KEPALSUAN

Seorang mahasiswa sangat sensitif terhadap setiap unsur kelemahan yang ada pada dosennya di suatu institusi pendidikan. Seorang dosen yang bertindak pengecut, tak akan bisa menciptakan rasa percaya diri pada seluruh mahasiswanya yang ada di instusi tersebut. Seorang akademisi harus punya keberanian untuk secara rela, menanggung resiko dan rela terhadap pengorbanan dirinya. Untuk meraih segala sesutu yang bernilai, diperlukan energi dalam jumlah besar. Energi ini punya harga tinggi dan kitalah yang pertama-tama harus membayarnya. Seorg dosen akan bisa mendapatkan kepercayaan dari para mahasiswanya hanya dengan menunjukan keberanian & berfikir rasional, yang diperlukan untuk bersikap profesional.

Kualitas dari pekerjaan seseorang adalah merek dari dirinya. Merek apa yang ingin kita tempelkan pada hidup kita ?. Pada dinding setiap rumah, kampus, kantor, dan ruang kerja   harusnya tertulis kalimat. ”Disini yang baik hanyalah yang terbaik”. Jika setiap orang menjadikan kalimat ini sebagai motto hidupnya dan bertekad melakukan segala sesuatunya dengan mengerah segenap usaha terbaiknya., usaha usaha seperti ini pasti akan merevolusi peradaban kita. Kesalahan manusia merupakan hal yang sangat tragis. Jumlah korban yang tewas dalam kecelakaan lalulintas lebih banyak dibanding yang tewas dimedan perang. Hal ini merupakan pembunuhan yang tak perlu, tapi sebagai manusia, secara keseluruhan, kita tumbuh secara sembrono dan melakukan kesalahan-kesalahan karena ceroboh. Kita hanya punya kemauan setengah-setengah, tekad yang separuh-separuh, mengelak. Dari tanggung jawab, lulus sekolah dengan angka pas-pasan, melakukan pekerjaan kita hanya alakadarnya.

Mengerjakan tugas dengan setengah-setengah atau menunda mengerjakan sesuatu yang harus diselesaikan hari ini keesokannya. Sesuungguhnya, kita sering mengundang kesalahan manusia dan petaka karena sikap kita sendiri, sikap orang lain dan hal-hal lain nya secara keseluruan. Apapun yang kita lakukan dalam hidup ini, itulah yang akan kita dapatkan. Tak pernah ada orang yang masuk ke dalam kelas satu dengan usaha kelas 2 atau kelas 3. Apapun tugas kita, apapun yang kita lakukan dalam hidup ini, sesudah selesai mengerjakan sesuatu, hendaknya kita bisa berkata ”produk dari hasil kerja saya adalah hasil dari usaha yang sangat baik yang saya lakukan”. Saya bahagia, merek saya dicantumkan pada nama saya dan hidup saya. Jika kita tidak melakukan pekerjaan yang diberikan kepada kita dengan kemampuan yang terbaik yang kita miliki, cepat atau lambat kita akan tersingkir dari arena kehidupan.

Pepatatah mengatakan, dengan melihat pekerjaan seseorang. Anda bisa melihat siapa dia yang sebenarnya. Semangat dalam mengerjakan sesuatu mempengaruhi seluruh perkembangan dan prestasi yang kita capai dalam hidup ini. Kita tak mungkin mendapatkan rasa percaya diri yang diperlukan untuk menuai kemakmuran hidup jika kita melakukan tugas kita secara sembrono. Dari lubuk hati terdalam, sesungguhnya kita sudah kehilangan respek terhadap diri sendiri, yang diperlukan untuk mencapai sukses dalam hidup. Coba tanyakan pada sebagian besar orang. Mengapa mereka bekerja dan mereka akan menjawab. Mereka bekerja untuk mata pencaharian. Menyedihkan sekali ketidak pedulian dalam sekala besar ini adalah tragedi yang paling terkenal dalam hidup ini. Secara keseluruhan, hanya sedikit orang yang punya respek sejati terhadap pekerjaannya. Banyak yang menganggap pekerjaannya membosankan, mulai dari ibu rumah tangga, dosen, karyawan, pengacara, pedagang, sampai dengan pengusaha.

Setiap ungkapan kita harusnya merupakan ungkapan cinta. Setiap pekerjaan kita harusnya merupakan karya cinta. Kita harus menganggap semua pekerjaan merupakan langkah mencapai nilai-nilai kemanusiaan, mencapai pemenuhan hidup dalam memperluas jiwa dan raga. Anggapan sederhana ini harusnya bisa meningkatkan tugas harian kita keposisi yang penting, dan karena itu, bukan merupakan pekerjaan biasa-biasa atau membosankan.

Kita harus mengerjakan tugas kita sehari-hari dengan semangat seorang seniman. Mengerjakan setiap tugas dengan usaha yang terbaik. Semangat yang benar akan membuat semua pekerjaan menjadi menyenangkan. Sukses dalam hal kecil akan mendatangkan sukses yang lebih besar dalam hidup. Jika apapun yang kita lakukan, yang dalam beberapa skala kecil dimaksudkan untuk membuat dunia ini menjadi tempat kehidupan yang lebih baik., bukankah sudah sepantasnya kita melakukannya dengan segala kemampuan terbaik kita.

Ada 5 sikap profesional yang sangat esensial sebagai seorang akademisi dalam persfektif moral & intelektual, yang merupakan aturan makro & bersifat pokok, yang mana aturan- aturan tersebut adalah sebagai berikut :

A. KONSENTRASI

Seorang akademisi yang profesional harus belajar mampu menggunakan energinya secara tepat, jangan membuangnya untuk ha-hal yang percuma. Anda harus mengkonsentrasikan diri pada hal-hal yang sebenarnya menjadi tugas anda, dan tidak memboroskan perhatian pada masalah masalah yang tidak releven atau aktivitas-aktivitas yang tidak produktif. Seperti berfikiran negatif (su’uzon) serta membuat rumor/ gosip murahan yang menyesatkan. Selain kondisi diatas, dalam situasi yang saling berlainan, disetiap institusi tedapat hal-hal yang secara potensial dapat menumbuhkan aktivitas yang tidak produktif, seperti contoh sikap iri/dengki, arogan, sombong atau dendam-dendam yang sifatnya pribadi. Semua itu menghamburkan waktu dan energy, dengan kata lain mampu membuat jalannya pekerjaan menjadi tidak efektif.

B. BERTINDAK HATI-HATI

Seorang akademisi yang bijaksana selalu memisahkan kehidupan pribadi dan pekerjaannya. Sebaiknya diingat, mengungkapkan rahasia pribadi kepada seorang kolega terdekat, akibat jeleknya mungkin tidak timbul seketika. Tapi suatu saat dapat berdampak merusak ketika rekan anda tadi menyampaikan cerita tersebut pada seseorang yang hubungannya mungkin tidak begitu baik dengan anda. Dengan alasan ini, seorang akademisi yang bijak senantiasa menjaga informasi-informasi yang kritis terhadap superioritas dirinya. Bertindak bijaksana juga berarti bertindak sebagai suatu sosok yang bisa di percaya, baik secara profesional maupun tim. Ini ada hubungan nya dengan tidak terbiasa atau latah dalam menceritakan pengalaman-pengalaman yang sifatnya pribadi.

C. JANGAN SIA-SIAKAN WAKTU

Dalam proses bekerja, waktu itu sangat berharga. Seorang akademisi yang bijak, sadar akan hal ini dan tidak akan pernah menyia-nyiakan waktunya. Tidak hanya waktunya tapi juga waktu orang lain. Mereka selalu mengalokasikan pemakaian waktu secara efektif, dan menjadikan sebagian besar waktunya sebagai waktu-waktu yang penuh aktivitas. Salah satu kecerobohan terbesar, baik dalam aktifitas sosial maupun profesionalisme, adalah kebiasaan terlambat. Contoh nya, telambat masuk kerja dikantor, terlambat datang pada saat akan rapat, terlambat datang untuk mengajar atau mengawas ujian, bahkan masih banyak lagi bentuk keterlambatan yang tidak pernah kita sadari, dan anehnya hal tersebut menjadi hal yang dianggap biasa dan wajar sehingga akhirnya membudaya. Kita sering lupa, bila tiap orang dalam sebuah instituti pendidikan membuang waktu beberapa menit saja, maka potensi dan daya berfikir kita sedikit demi sedikit demi sedikit akan mengalami keuzuran dan mandul.

D. DAPAT DIANDALKAN

Salah satu tonggak penopang keberhasilan seorang akademisi adalah kemampuannya untuk terus dapat diandalkan. Dengan alasan tersebut, seorang akademisi dapat meningkat kedudukannya, misalnya, dia harus pula untuk melaksanakan tanggung jawab dari tugas rutinnya maupun tugas-tugas khusus secara penuh. Ia juga harus menggunakan inisiatifnya agar tugas-tugasnya berjalan lancar, tidak mencari cara asal saja atu sekedar memenuhi rutinitas, akan tetapi selalu berusaha memenuhi deadlne.

E. BERFIKIR POSITIF

Seorang akademisi yang benar-benar profesional, pada umumnya secara fisik juga sehat dan senantiasa berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif. Ia bisa menemukan peluang dibalik permasalahan, dan tidak membiarkan diri terhanyut dalam frustasi akibat apapun. Orang semacam ini juga cenderung mendorong orang lain agar bersikap yang sama. Dalam pada itu, tidak sedikit karyawan yang selalu sibuk dengan keluhan ketika menghadapi tantangan, mereka sama sekali tidak melihat sisi-sisi yang baik dari tempat mereka bekerja. Sikap negatif seperti ini tidak hanya menyia-nyiakan waktu dan membuang-buang energi, tetapi juga dengan cepat bisa menular pada rekan yang lain dan berakibat buruk pada suasana moralitas perusahaan.

Setiap orang pasti mempunyai masalah, dan hal tersebut membutuhkan inisiatif dan kreativitas untuk melihat sisi positif yang ada di balik masalah tersebut, sehingga kita harus lebih mawas diri, bisa menempatkan diri dan tahu diri.

Read Full Post »